“Jangan ambil kalungku!”
“Halaah! Kalung gembel aja masih disimpen.”
“Kalau kamu ambil kalungku, aku pukul kamu!”
“Hahahaha... aku nggak takut,”
“Hiks... hiks...”
“Cengeng!”
“.....”
“Tuh sebagai gantinya,”
‘Shara. Nama yang
cantik. Semoga kita ketemu lagi nanti. Kalau kita ketemu lagi, berarti kita jodoh. Hahahaha.’
**
Sambil meneguk minum, Keisha mendengarkan celotehan
sahabatnya. Sesekali, ia berkomentar pedas.
“Kei, tadi gue tatap – tatapan lama banget sama doi. Gila! Deg
– deg-an parah gue!”
“Yah, gagal move on deh.” Ledek Keisha.
“Capek gue, Kei. Ditarik ulur terus sama doi. Berasa layangan.”
“Udah tinggal tembak aja rempong amat.”
“Pe’a! Gue nggak senekat itu kali!”
“Kan emansipasi, Shil.”
“Ogah!”
Keisha terus – terusan memaksa Shilla, temannya, untuk
menyatakan perasaannya. Namun, kata ketus-lah yang didapat Keisha.
Keisha dan Shilla merupakan teman dekat. Mereka kenal karena
suatu kegiatan pasca MOPDB kemarin.
“Sha! Pinjem pulpen dong!”
Keisha menoleh ke sumber suara, “Nih!” sambil mengulurkan
pulpennya.
Shilla menatap Keisha kesal. “Kok doi minjem ke elo?!”
“.....entah. Pulpen doang elah.”
**
“Eh! Pada mau ke Puncak nggak buat acara akhir semester?”
“MAUUU!”
“JANGAN MAHAL -
MAHAL!”
“GRATIS YA!”
“HASEEK!”
Suasana kelas Keisha menjadi ramai. Keisha sendiri heboh
menanggapi usulan temannya. Dan teriakan Shilla-lah yang paling membahana, “GUE
IKUUUUT!”
**
Tringg...
Si Cabai Shilla : Eh tadi katanya kelas kita kalahnya
basketnya?
Yoi
Si Cabai Shilla : Pasti gara – gara gue gak nyemangatin doi
deh HAHAHA. Eh siapa yang beliin minum doi-ku?
Audah. Peduli amat
gue.
Si Cabai Shilla : Oh jadi ceritanya Juliet gak peduli lagi
sama Romeo~
Ga danta lu, be.
Dan entah kenapa, Keisha merasa ada yang aneh pada dirinya.
Ia takut, takut menyakiti hati seseorang.
‘Kapan gue bisa ketemu
sama pemilik kalung ini?’
**
^ I will fly into
your arms
And be with you
Till the end of time
Why are you so far away
You know it's very hard for me
To get myself close to you
^
Anak - anak cowok sedang nyanyi - nyanyi. Mereka sama sekali tidak peduli apabila suara mereka menyebabkan polusi suara.
Sementara anak ceweknya sedang bergosip ria.
“Gue nggak nyangka lho, kita beneran ke puncak,” gumam
Keisha.
“Sama. Padahal gue sebagai pengurus hampir putus asa gara –
gara yang ikut dikit. Tapi ternyata banyak banget.” Shilla terharu mendengarnya.
“Guys! Nanti malem bikin angket yuk! Kemaren anak cewe udah
pada nyiapin, sekalian nanti barbeque-an.”
Usul sang ketua kelas.
“YUHUUUU!”
Mereka sangat menikmati pemandangan puncak bersama – sama. Hampir
sepanjang hari, Keisha dan teman sekelasnya memutari daerah bogor.
Malam hari pun tiba, tak di sangka bahwa ini merupakan
pengalaman pertama Keisha menginap bersama teman – temannya. Jauh dari
pengawasan orang tua.
Tengah malam, Keisha menuju dapur untuk membuat segelas
susu. Ia tidak bisa tidur kalau nggak minum susu. Teman – teman ceweknya sudah
terbang ke alam mimpi.
Keisha menuruni tangga sendirian. Di dapur, ia mulai
menyibukan diri membuat susu.
“Keisha?”
Uhuk... Keisha tersedak karena dipanggil tiba – tiba. “Gila!
Bikin jantungan aja lo, Za!”
“Ng... sorry, Kei.” Panik Reza. “Aduh, maap ya?” Reza
memelas.
“Iye!”
Suasana jadi hening.
“Kok lo belum tidur?” tanya Reza.
“Harus minum susu dulu, hehehehe.” Keisha menyengir lebar. “Lo
juga belum tidur, kenapa?”
“Nggak bisa tidur.”
“Kenapa?”
“Entah,”
“Mau susu? Gue biasanya kalo susah tidur slalu minum susu.” Tawar
Keisha.
“Bolehdeh,” Reza mengamati Keisha yang sedang membuatkannya
susu.
“Nih!” Reza menerima susu dari Keisha.
“Thanks, Kei!”
“Yo,”
Keadaan jadi hening lagi. Pandangan Reza berkeliaran ke
segala arah. Matanya menelisuri desain interior ruangan ini. Sementara Keisha
menikmati susu buatannya.
Tiba – tiba, tubuh Reza menegang. Matanya terpaku pada satu
arah.
“Kei?”
“Ya?”
“Itu kalung siapa?”
“Oh ini?” Keisha melepas kalung yang tunjuk Reza.
“Iya, itu punya siapa?”
“Gue-lah!”
“Maksud gue dari siapa?”
Keisha pun bercerita asal kalung tersebut, “Entah, dulu gue
dapet ini dari bocah cowok gitu. Dia ngambil paksa kalung gue. Terus gue
dikasih kalung dia.”
Reza meraba lehernya. Lalu melepaskan sebuah kalung yang menggantung
di leher Reza. Keisha tercengang melihat bandul kalung tersebut.
“Itu... itu... kalung gue kan?”
“Ya,”
“Berarti elo....”
“Ya,”
“....”
“Shara...”
Tatapan mata Keisha menggelap mengdengar panggilan tersebut.
**
The end.
0 comments:
Post a Comment
Jangan menggunakan kata-kata yang kasar.
Terima kasih.