-->

Thursday, February 22, 2018

Hold Your Dreams - Cerpen -

Posted by Firda at 5:34 PM 0 comments
Hold Your Dreams

Semilir angin berhembus menerpa wajahku. Dinginnya udara pagi membuat tubuhku menggigil. Aroma pepohonan yang basah oleh embun menyeruak dan menggelitik bulu – bulu halus di rongga hidung. Matahari belum menampakan dirinya.

Aku mulai menimba air untuk berwudhu. Ku basuh tangan hingga kakiku perlahan. Kemudian, kulafalkan do’a setelah berwudhu. Aku masuk ke dalam rumah yang sederhana. Ku ambil mukenah untuk melaksanakan shalat subuh.

Tak lama kemudian, bunyi ayam pun mulai bersaut – sautan. Menandakan bahwa matahari telah terbangun dari tidurnya. Aku berjalan menuju teras. Di sana, ada ibu dan ayah yang sedang berbincang – bincang. Aku menghampiri mereka dengan langkah riang.

“Selamat pagi, bu, yah!”

“Pagi, sayang. Gimana kerjaan kamu?”

“Sangat baik, bu. Terimakasih ibu dan ayah untuk segalanya.” Aku menatap ibu dan bapak dengan mata berkaca – kaca seraya tersenyum.

Ya, kerja keras tidak akan menghianati.

Hari itu sangat terik. Matahari bisa saja membakar gosong kulitku. Aku mengayuh sepedaku dengan cepat. Sepertinya, dewi fortuna sedang tidak berpihak padaku. Rantai sepedaku lepas! Terpaksa aku harus berjalan kaki.

Jarak tempat tinggalku dengan sekolah lumayan jauh. Tiap hari aku harus menaiki sepeda supaya cepat sampai sekolah. Tak lupa, aku membawa kue yang dibuat oleh ibuku untuk dijual. Kue – kue ini selalu terjual abis di kelasku. Ah, masakan ibuku memang yang terbaik.

Sampai di rumah, aku langsung menghempaskan tubuhku di bangku kecil yang terletak di teras. “Acha, rantainya copot lagi?” Suara ibu membuatku terkaget.

“Eh, ibu. Hehe, iya. Biasalah,”

Ibu mengelus rambutku memberikan kehangatan kasihnya, “Gimana kalau kita pergi beli sepeda saja?”

Aku mendongak, “Nggak usah, bu. Tabungannya disimpan saja buat masa tua ibu dan ayah. Lagipula, sepedanya masih bisa dibenerin kok,”

Ibu tersenyum menanggapi ucapanku. Hening, tak ada yang bersuara. Aku pun memecah keheningan, “Bu, ayah di mana?”

“Masih di sawah. Lagi panen padi,”

“Oh... kalau begitu, aku mau mandi dulu, bu.” Ibu mengangguk. Aku bangkit dari dudukku dan segera pergi membersihkan diri. Sekalian mengerjakan PR. Aku biasa mengerjakannya sepulang sekolah. Karena takut ada pemadaman listrik tiba – tiba pada malam hari.

Matahari perlahan hilang dari pandangan. Setiap menjelang malam, aku harus menggiring ayam ternak ayahku menuju kandangnya. Adzan maghrib pun berkumandang.

Di hadapanku, telah tersedia nasi, ikan asin, sayur asem, tempe dan tahu, tak ketinggalan juga sambal. Itulah menu favorit keluargaku. Tak ada yang mengeluarkan suara selagi makan. Setelah menyelesaikan makan, seperti biasa kami menuju ruang tengah untuk berbagi cerita.

“Acha, setelah lulus SMA ini, apa yang akan kamu lakukan?” Tanya ayahku.

“Acha mau kuliah, yah. Acha sudah mempersiapkan semuanya, supaya Acha bisa dapat jalur undangan.” Aku menjawab dengan tegas.

“Jurusan apa yang akan kamu ambil?”

“Acha akan mengambil jurusan arsitektur, yah.”

“Ayah nggak setuju!” Aku tersentak mendengar perkataan ayah. Ibu hanya diam.

“Tapi Acha mau jadi arsitek, yah. Ayah tau kan, Acha suka seni!” Airmataku sudah tergenang. Sekali saja aku berkedip, dengan mudah airmata ini meluncur.

“Apa gunanya seni? Nggak bermutu! Ayah mau kamu jadi guru! Bukankah ayah sudah pernah bilang sama kamu?!” Ibuku mengusap bahu ayah, berusaha menenangkan emosinya.

“Tapi Acha nggak suka, yah! Acha mau kerja sesuai passion Acha!”

“Kamu berani ngebantah ayah?!” Tangan ayah terangkat siap menamparku. Aku memejamkan mata, namun tangan itu tak kunjung menamparku. Ku buka mata perlahan. Ternyata, ibu menahan tangan ayah. Ayah yang merasa geram meninggalkan ruangan. Aku terisak dipelukan ibu. Sejak itu, ayah tak lagi mempedulikannku.

Malam ini, aku tidur bersama ibu. Ibu bilang, ayahku tak ingin apa yang telah aku kerjakan menjadi sia – sia. Menjadi arsitek pasti melelahkan. Dan menjadi arsitek tidak cocok dengan kehidupan di desa ini. Menurut ayah, perempuan lebih cocok menjadi guru. Ah, bisa saja aku pergi ke kota. Namun apa daya, aku anak tunggal. Ayahku tak akan mengizinkanku ke luar kota. Aku merasa sedih ketika ayah memutuskan keinginanku.

Taukah ayah? Seberat apapun pekerjaan itu, akan terasa ringan apabila kita menyukainya. Dan seringan apapun pekerjaan itu, namun ternyata kita terpaksa melakukannya, semua menjadi terasa berat.

Hari ini adalah hari sabtu. Aku bersiap untuk mandi, sebelum mandi aku harus menimba air terlebih dahulu. Selesai mandi, aku harus pergi ke pasar menemani ibu. Kami menaiki delman menuju pasar. Ah, aku lupa. Hari senin ada lomba membuat maket bangunan. Lomba yang diadakan oleh salah satu universitas di Yogyakarta. Aku mengikutinya karena kecintaanku pada bidang arsitektur. Biayanya memang tak sedikit. Namun, tabunganku cukup untuk membayarnya. Orang tuaku tak mengetahui tentang lomba ini. Aku sudah merencanakan ini matang – matang. Aku harus membuktikan pada ayah bahwa aku serius untuk menjadi seorang arsitek.

Siangnya, aku mempelajari mengenai dasar sebuah bangunan, penggunaan ilmu matematika dan fisika dalam teknik arsitektur, menggambar banguan, dan penerapan dalam suatu proyek. Hari libur ini, biasanya ibuku menitipkan kue buatannya di warung pinggir jalan desa. Aku mengatar kue – kue terlebih dahulu sekaligus membeli peralatan untuk membuat maket. Di tengah jalan, aku melihat ayah sedang mengobrol dengan teman kerjanya. Ketika aku panggil, ayah bersikap tak acuh. Aku merasa hatiku seperti tertimpa batu besar. Segitu bencinya ayah terhadap apa yang aku cita – citakan. Aku segera beranjak pergi sebelum airmataku mengalir.

Ku buat maket tersebut sendiri tanpa ada orang lain yang tau. Berkali – kali aku gagal, sebab maket tersebut seringkali tak seimbang besar sisinya. Dalam hati, aku terus menangis. Aku memikirkan sikap ayah yang cuek, tak peduli, dan tak menganggapku. Aku nggak boleh cengeng! Ayah benci seorang yang lemah! Aku terus menyemangati diriku sendiri. Aku bergadang demi menyelesaikan maketku. Hingga akhirnya, maket yang ku buat telah jadi.

Tinggal sehari lagi. Aku tak sabar menunggu hari senin tiba. Selesai mengantar kue, aku langsung mempelajari bahan presentasi besok. Tiba – tiba suara ketukan pintu dari luar kamarku terdengar. Aku panik, aku harus menyembunyikan maket ini. Namun terlambat. Ayah di luar sana terkejut melihat apa yang di lihatnya. Dalam sekejap mata, maketku hancur. Ayah...

“APA YANG KAMU LAKUKAN?!”

“A-aku ingin mengikuti lomba membuat maket miniatur, yah.” Aku tertunduk sedih.

“Ingat! Ayah tidak akan pernah menyetujuimu untuk menjadi seorang arsitek!” Blam. Pintu ditutup dengan keras. Ya Allah, apa ada yang salah dengan cita – citaku sebagai anak dari desa ini?

Aku mengumpulkan potongan maket yang berserakan dan memulai membuat yang baru. Seolah tak peduli oleh lontaran kata ayahku, aku tetap mengikuti lomba tersebut. Ini satu – satunya jalan supaya ayah percaya, bahwa seni juga bisa bermanfaat dimana pun kita berada. Semua orang berhak memperjuangkan cita – citanya.

Hari senin tiba. Pihak sekolah mengizinkanku untuk mengikuti lomba, sebab aku juga membawa nama sekolahku. Aku bersama guru kesenianku menuju lokasi lomba. Letaknya di Yogyakarta. Kami berangkat menggunakan mobil sekolah. Mobil tua. Begitu temanku berkata. Mobil ini mungkin peninggalan nenek moyang. Haha...

Di sinilah aku berdiri. Di depan para juru yang akan menilai hasil karyaku. Ku hembuskan napas perlahan. Bismillahirrohmanirrohim. Aku mulai mempresentasikan apa yang telah aku buat. Hasil yang luar biasa. Para juri antusias mendengar konsep bangunan ini. Mereka memberi ku applause. Pengumuman pemenang diumukan hari itu juga.

“Dan juara satu lomba maket miniatur bangunan adalah Acha Raissa Wijaya!” Suara tepuk tangan yang meriah memenuhi ruangan. Aku terpaku sejenak. Hingga guruku menepuk pundakku pelan. 

“Sana kamu maju,” Aku mengangguk lalu berjalan menuju panggung kecil di hadapanku.

“Selamat Acha! Kamu berhasil mendapatkan golden ticket untuk masuk fakultas Teknik Arsitektur di sini.” Aku hampir meneteskan airmata. “Ada yang ingin kamu sampaikan?” Aku mengangguk.

“Ayah, ibu, kemenangan ini buat kalian. Terutama untuk ayah. Ah, pasti kalian nggak akan mendengar perkataanku, tapi biarlah mereka yang ada dalam ruangan ini menjadi saksi. Ayah, aku ingin jadi arsitek bukan hanya karena cita – cita. Tapi aku berpikir untuk membuatkan kalian rumah suatu saat nanti. Aku ingin menjadi arsitek yang pertama di desa tempat kita tinggal. Aku ingin membuktikan bahwa seni juga bermanfaat dalam hidup. Maafin Acha, karena sudah bantah perintah ayah.” Aku mengusap airmataku yang tanpa ku sadari sudah mengalir deras.

“Acha!” Aku menoleh ke sumber suara. Ibu... Ayah... Aku berlari menuruni panggung sambil memeluk mereka berdua. “Kejar cita – citamu, nak.”

Aku mengerjapkan mata tak percaya. Refleks, aku langsung memeluk tubuh ayahku sambil mengucapkan kata terimakasih sebanyak – banyaknya.

Ternyata, kepala sekolahku yang membawa orang tuaku ke sini. Pihak sekolah mengenalku sebagai siswi yang cinta pada dunia arsitek. Biasanya, aku suka berkeluh kesah dengan guru BK. Mungkin itu sebabnya orang tuaku ada disini.

Aku mencium ayah dan ibuku bergantian. Sekarang aku berhasil mendirikan perusahaan arsitektur sendiri. Dan rencananya, besok aku akan membuat desain rumah untuk kedua orang tuaku. Aku tinggal di Yogya. Sekali – kali aku datang ke desaku ini menjenguk orang tuaku. Desa Borongsari. Tempat yang sangat indah dan bebas polusi. Desa yang menjadi saksi bisu perjuanganku untuk meraih cita – citaku.


Radio - Cerpen -

Posted by Firda at 5:29 PM 0 comments
"Selamat sore, sahabat I-Boom! Jumpa lagi dengan penyiar radio tercantik sepanjang masa ini hahaha. Oke guys, jadi sore ini Kayra akan temenin kalian semua yang lagi macet - macetan di jalan. Hm, hari pertama masuk kantor hari ini jalanan jadi rame banget ya hahaha. 

Oke jadi buat ngilangin kesuntukan kalian sore ini, Kayra puterin lagu dari Sheila On 7 yang berjudul Hari Bersamanya. Enjoy, guys!"

Kayra pun segera melepas headset-nya setelah Juan -bagian dari music director sekaligus pemilik radio ini- mengancungkan jempolnya. Gadis itu melangkah menuju sofa yang terletak di sudut ruangan. 

Juan menyodorkan sekaleng soda kepada Kayra, "Nih minum dulu,"

"Makasih, Om." Sahut Kayra seraya menerima minuman itu.

"Gimana kuliah kamu, Kay?" Tanya Juan.

"Kayra lagi siapin judul buat skripsi nih, Om. Doain ya Om, biar skripsi Kayra lancar jaya hehehe," Kayra menyengir lebar.

"Aamiin. Om doain juga biar kamu cepet punya pacar hahaha," 

Kayra cemberut. 

"Ih jangan ledekin Kayra terus dong, Om,"

Juan semakin tergelak, "Makanya cari pacar, Kay. Udah 5 tahun menjomblo nggak bosen? Balikan sama anak Om aja mau nggak?" Juan menggerling.

"GAK YAA OM GAKK!!" Teriak kesal Kayra.

"HAHAHAHAHA,"

Kayra jadi teringat masa lalunya ketika ia baru masuk SMA.

"Selamat pagi, Adik - adik."

"PAGI, KAAAKK."

"Perkenalkan nama saya Kenzo Putra Haznel. Di ekskul ini saya menjabat sebagai ketua. Bagi yang berminat menjadi penyiar di radio sekolah kita, kalian bisa ambil formu-."

"WAAAAA ADA KECOAAAA!" Teriak Kayra tiba - tiba. Kelas pun jadi ricuh. Kenzo segera menangkap kecoa itu dan membuangnya ke luar kelas.

"Tenang semua. Duduk di kursi masing - masing." Perintah Kenzo.

"WAAAHH MY ZOUU MENYELAMATKAN KAYY."

Kenzo melotot saat mendengar ucapan aneh sang adik kelas. Pria itu memilih untuk tidak menghiraukan Kayra.

"Oke, jadi kalian bisa ambil formulir di stand nomor 12."

"Okee, Kakk." Jawab siswa - siswi baru serentak.

"OKEE, ZOUUU." Jawab Kayra berbeda dengan yang lain.

Tanpa mempedulikan teriakan Kayra, Kenzo segera berlalu dikuti teman - temannya yang lain.

---

Pendaftaran ekskul dibuka. Para murid berhamburan ke lapangan menuju stand - stand yang diminati. Kayra sendiri memilih untuk ke stand nomor 12 terlebih dahulu.

"Hai, Zou! Kay mau daftar nih. Mana formulirnya," Kayra menjulurkan tangannya.

"Adik Kay, bisa sopan dikit nggak? Tolong manggilnya pake kata 'kakak', ngerti?" ujar Kenzo sambil berkacak pinggang.

"No! Jangan panggil Kay dengan sebutan adik. Panggilnya Kay aja. Kan kita sekarang pacaran." balas Kayra tersipu malu.

Kenzo mendelik.

"Dih, sejak kapan gue nembak lo?" kata Kenzo seraya memutar bola matanya. Pria ini mulai jengah dengan kehadiran adik kelasnya yang sedikit kurang waras ini.

"Kamu mah gitu deh," mata Kayra mulai berkaca - kaca.

"Ehh, jangan nangis dong. Nih formulirnya. Udah pergi gih. Besok di kumpulin ke mabes ekskul." Kenzo memberikan selembar kertas pada Kayra.

Gadis itu pun menerima kertasnya dan tersenyum lebar. "Oke, Zou. Dadahh~" Kayra melambaikan tangan.

Kenzo bergidik ngeri.

Sebulan kemudian.

"Hello, SMAPANDERS. Jumpa lagi dengan kita, Kayra dan Moza." Sapa dua gadis itu bersamaan saat sedang siaran di radio SMA Pandu Derma.

"Kali ini Kay sama Moza bakal nemenin kalian yang lagi pada istirahat." Kata Kayra.

"Nah, udah banyak nih salam - salam dari kalian yang masuk ke twitter kita." Sambung Moza

"Oke, Kay bacain salam pertamanya. Ada dari @tomikun95 happy birthday buat Zahra. Semoga ulangan bio-nya sukses. Aamiin.

Wahh, happy birthday, Zahra!"

"Selanjutnya, Moza bacain salam dari @putrioliv buat Kak Ray semangat ya latihan basketnya."

"Salam ketiga dari @gadiskecoa, Kay aku tunggu kamu di rooftop sekolah sepulang nanti.

Cie cie Kayra. Siapa tuh hahaha."

"Ahahahaha." Kayra tertawa.

"Oke, guys. Kita lanjut lagi baca salamnya nanti. Sekarang Moza puterin lagu dari Jaz berjudul Kasmaran.

Lagu ini buat Kayra dan temen - temen lainnya yang lagi kasmaran."

---

Kringgg

Bel pulang berbunyi. Murid - murid mulai berhamburan keluar kelas. Kayra melangkahkan kakinya menuju rooftop sekolah.

Sesampainya di sana, Kayra terkejut melihat balon helium berbentuk huruf disusun membentuk kalimat 'BE MINE?'

"Hai, Kay. Jadi apa jawaban Kay?" Kenzo tiba - tiba muncul dari belakang Kayra.

Kayra langsung berbalik dan berlari memeluk Kenzo erat. "KAY MAAUUUU!!"

Kenzo membalas pelukan Kayra sama eratnya.

"Malam ini kita rayain hari jadi kita ya Kay. Zou jemput Kay nanti."

"Okee!"

---

Malam pun tiba. Kayra sudah berdiri menunggu Kenzo di halaman rumahnya.

"Kamu mau main sama siapa sih, Nak?" Tanya Aira -bunda Kayra- yang muncul bersama suaminya tiba - tiba.

"Eh Bunda Ayah, ngagetin aja deh. Ng... itu... ng... sama... ng..."

Tin

Suara klakson mengalihkan perhatian orang tua Kayra.

Aduh mati gue. Ayah kan protektif banget. Kok gue bisa lupa sih. Gerutu Kayra dalam hati.

Si pengemudi motor yang ternyata si Kenzo pun segera turun. "Malam, Om, Tante." Kenzo mencium tangan orang tua Kayra.

"Malam. Kamu siapa?" tanya Ayah Kayra ketus.

"Saya Kenzo. Saya pacarnya Kayra. Jadi Om, saya di sini mau mengajak Kayra untuk makan malam bersama. Sekalian saya mau minta izin Om buat pacarin anaknya.

Om tenang aja, saya anak baik - baik kok. Kita pacarannya sehat - sehat aja.

Saya akan buktiin kalo saya bisa menjaga anak Om dengan baik dan nggak akan bikin anak Om nangis." cerocos Kenzo.

Kenzo paham betul sikap protektif dari ayah Kayra ini. Sikapnya sama seperti dia yang selalu mengintrogasi dulu pacar adik perempuannya.

"Apa jaminannya?"

"Om bisa pukul saya sepuas Om kalo saya sampai bikin anak Om nangis," balas Kenzo mantap.

"Ka-"

"Ayah, dari pada keburu malem, mending besok - besok aja introgasinya. Ayah tenang aja, Kay bakal baik - baik aja. Jadi izinin Kay pergi ya, Yah." Potong Kayra.

"Oke. Dengan syarat, kamu harus bawa anak saya pulang sebelum jam 9."

"Siap, Om!"

"Kayra pamit dulu, Yah, Bun."

"Kenzo juga, Om, Tante."

Kayra dan Kenzo mencium tangan Aira dan Bani -ayah Kayra-. Setelah itu, motor melesat keluar gerbang.

"Kay, pegangan dong. Entar Kay jatuh lho." Teriak Kenzo.

"Kay pegangan kok. Pegang jok motor yang belakang." Balas Kayra polos.

Kenzo memelankan laju motornya, kemudian tangan kirinya menarik lengan kayra menuju pinggangnya.

"Di sini dong Kay pegangnya." Pipi Kayra memerah karena malu. Kenzo yang melihat hal tersebut hanya terkekeh pelan.

Setelah beberapa menit kemudian, mereka pun tiba di sebuah cafe beraromakan kopi. Cafe Zioony namanya.

Kenzo menggandeng tangan Kayra, "Ini cafe langganan Zou."

"Wah keren banget interiornya."

"Yap. Dan menunya di sini itu rasa kopi gitu. Kay harus cobain roti kering di sini. Enak banget."

"Hm, Kay jadi penasaran deh."

Kenzo tersenyum melihat binar mata Kayra.

-----

 Mohon Tuhan
Untuk kali ini saja
Lancarkanlah hariku
Hariku bersamanya
Hariku bersamanya 

"Haii, guys! Kembali lagi bersama Kayra. Gimana lagunya? Pasti pada suka dong? Yaiyalah lagu yang di nyanyiin sama Om Duta dan kawan - kawannya emang selalu jadi favorit di telinga masyarakat. Nggak bikin bosen musiknya tuh. Hahaha.

Nah, seperti biasa buat temen - temen yang mau kirim salam, atau mau request lagu bisa langsung mention kita di twitter @IBoomradio atau bisa juga SMS ke nomor 081288995467. 

Sambil nunggu pesan dari kalian, Kayra akan puterin satu lagu lagi dari Lyla yang judulnya Lebih Dari Bintang."

Seorang pria yang tengah mengemudi langsung menyambar smartphone-nya di sebelahnya. 

Ia segera mengetik sebuah pesan sambil senyum - senyum sendiri.

Kemudian, Kenzo -pria tadi- menekan tombol kirim yang ada pada layar smartphone-nya.

"Kay, Zou nggak bakalan nyerah buat dapetin lo lagi." Gumam Kenzo.

-----

Jam sudah menunjukan pukul 5 sore. Kayra bergegas meninggalkan gedung tempat siarannya tersebut.

"Om Juan, Kayra pulang dulu ya," pamitnya.

"Iya, Kay. Hati - hati ya. Jangan lupa dateng ke Cafe Zioony malem ini ya," goda Juan sambil mengedipkan sebelah matanya.

Kayra mendengus, "Apasih, Om?!" 

Gadis itu kembali mengingat saat tadi sedang membaca kiriman salam dari orang - orang. 

Hai, Kayra cantik. Semangat ya siarannya! Semoga semakin cantik selalu! Btw, nanti malem gue tunggu di Cafe Zioony jam 7. See you.

Kayra tau betul siapa pengirim pesan tersebut. Orang yang nggak pernah lelah gangguin dia. 

Bisa saja Kayra tidak datang ke cafe itu, namun apa daya, sebuah SMS masuk ke smartphone-nya, bahwa ia akan menyeret Kayra dari kos - kosannya bila Kayra tidak datang juga.

Untung saja akal pikiran Kayra masih berfungsi dengan baik. Dia tidak ingin membuat keributan di kos - kosannya dengan mendatangkan bintang kampus itu. 

Ya. Pengirim pesan itu termasuk ke dalam kategori bintang kampus sekarang. 

"Hahahaha. Yaudah, sana pulang, keburu malem nanti. Mau Om anterin nggak?" tawar Juan.

"Gausah, Om. Kayra naik angkot aja."

Juan mengancungkan jempolnya. Tak lupa, Kayra berpamitan kepada rekan - rekannya. Gadis itu pun berlalu.

-----

Sudah hampir setengah jam angkot yang ditunggu Kayra tak datang - datang juga. Kalau saja smartphone-nya nggak mati, dari tadi dia pesan ojek online

"Mana sih angkot?! Pada nggak mau duit apa yak." dengus Kayra.

Tin
Tin
Tin

Kayra hampir terjungkal bila tidak segera berpegangan pada tiang di sampingnya. 

Wah songong betul ni orang. Batin Kayra geram.

Kayra melangkah menuju mobil yang terhenti di pinggir jalan itu. 

Brakk

"WOY! JANGAN BELAGU LO! MENTANG MENTANG MOBIL LO BAGUS TERUS BISA SEENAKNYA PENCAT - PENCET KLAKSON! UNTUNG KAGA JANTUNGAN GUE." Teriaknya.

Si pengemudi menurunkan kaca mobilnya. 

"Hai, Kaykay cantik." Sapa pengemudi sambil menggerlingkan matanya.

"WHAT?! KENZO!!! NGAPAIN LO DI SINI?!"

"Ya suka - suka Kenzo dong, Kay. Ini kan bukan jalanan milik kakek moyang Kaykay."

Kayra mengepalkan kedua tangannya kesal. "Argh! Terserah lo!"

Kenzo yang merasa bahwa gadis itu marah pun segera keluar dari mobil.

"Kay! Tunggu!" Kenzo menangkap pergelangan tangan Kayra.

"Apaan sih lo?!" Kayra berusaha melepas genggaman Kenzo. Tapi percuma saja, tenaganya tidak sekuat tenaga laki - laki ini.

"Kay bareng Zou."

"No! Pergi sono jauh - jauh!" 

Karena geram dengan sifat Kayra yang keras kepala itu, Kenzo pun membopong Kayra layaknya karung beras.

"HUAAAAAAAAA! LEPASIN! LEPASIN!" Teriak Kayra sambil memukul punggung Kenzo. 

Brukkk

Plak. Kayra secara refleks memukul lengan Kenzo. "Pelan - pelan dong! Sakit badan gue!"

Kenzo mengelus - elus lengannya yang kena pukulan. "Iya. Maapin Zou ya Kay." ujarnya sambil tersenyum paksa.

Kayra mendengus.

"Udah ah. Cepet masuk. Terus anter gue pulang." 

"Tadi aja nggak mau gue anter. Eh sekarang malah merintah - merintah gue gini." gumam Kenzo.

Kayra bersedekap. "Heh! Gue denger ya." 

"Eh iya maap." Kenzo bergegas menduduki kursi pengemudi. 

-----

"STOOOP!" 

Ckiiitttttt

Teriakan Kayra menyebabkan Kenzo menginjak pedal rem-nya mendadak.

"Aduhh! Apaan sih, Kay?!" kesalnya.

"Gue turun di sini aja." Kayra pun membuka pintu penumpang. Dia pun turun dari mobil.

Kenzo jadi buru - buru ikut turun dan segera menahan tangan Kayra. "Kok gitu sih?! Kan kos - kosan Kay masih lumayan jauh."

Jelas saja masih lumayan jauh. Mereka baru sampai gerbang perumahan tempat kos - kosan Kayra berada.

"Udah gapapa elah. Sono pergi hush hush," usir Kayra.

Kenzo menghela napas, "Yaudahlah, jangan lupa nanti jam 7 Kay udah harus ada di tempat janjian kita. Awas aja kalo Kay nggak dateng."

"Iya elah. Sono pergi."

"Oke, Zou pulang dulu ya Kay."

Kayra hanya berdeham.

Mobil tersebut melaju dengan kecepatan normal. Dan akhirnya menghilang di tikungan jalan.

Kayra melanjutkan langkahnya menuju kos - kosannya berada.

-----

"HAH?! UDAH JAM SETENGAH TUJUH?! MATI GUE!!"

Kayra terbirit - birit menuju ke kamar mandi. 

Sesampainya di kosan tadi, gadis itu langsung terlelap karena sangat lelah. Pasalnya, dari pagi hingga menjelang sore Kayra kuliah. Kemudian langsung pergi ke gedung siaran.

Dalam waktu 10 menit, Kayra telah selesai membersihkan diri. Kayra segera mengenakan pakaian. 

Berhubung Kenzo mengajaknya ke cafe bukan ke restoran mewah, ia tak perlu ribet - ribet mengenakan gaun.

Kayra memilih menggunakan celana jeans hitam serta sweater merah maroon. Rambutnya digerai biasa. Mukanya hanya dipoleskan bedak tipis dan bibirnya diberi pelembab supaya tidak kering. 

Tak lupa, ia menyambar slingbag putihnya di meja belajar. Dan mengambil sneakers putih kesayangannya.

Kayra mengecek ponselnya yang dari tadi tidak berhenti berdering. 

20 missed call from Kenzoulek.
5 message from Kenzoulek.

"Wah gila nih orang. Belom ada jam tujuh udah rempong aja." Kayra takjub.

Sabar. Ini lagi di jalan.

Setelah membalas pesan Kenzo, Kayra mengunci pintu kosnya. Gadis itu berlari - larian kecil menuju gerbang depan.

Sesampainya di gerbang, Kayra segera memesan ojek online untuk mengantarnya ke cafe tersebut. 

Lima menit kemudian, ojeknya pun tiba. Beruntung jarak kosan ke cafe itu tidak terlalu jauh. 

-----

"Makasih ya, Bang." Abang ojek itu mengangguk seraya tersenyum. 

Kayra segera memasuki cafe. 

Suasana cafe di sini sangat nyaman. Dengan desain minimalis dan dinding berwarna putih dan coklat muda. Dilengkapi dengan furniture - furniture lucu. Salah satunya meja dinding yaitu meja yang tertempel langsung di dinding dipadu dengan dua sofa kecil tanpa senderan yang saling berhadapan.

Begitu memasuki cafe ini, aroma kopi langsung menyeruak masuk ke dalam hidung. Ah, cafe ini menyediakan makanan dan minuman dengan bahan dasar kopi.

Seorang pelayan menghampiri Kayra, "Ada yang bisa di bantu, Nona?"

"Meja atas nama Kenzo di mana ya, Mbak?"

"Mari saya antar."

Kayra mengikuti pelayan tersebut. Setelah sampai, tak lupa Kayra mengucapkan terima kasih. 

"Halo, Kaykay. Ayo sini duduk," ujar Kenzo seraya menarik tangan Kayra.

"Ngapain sih lo ngajak gue ke sini?!" Ketus Kayra.

"Santai aja dong, Kay. Dulu kan kita juga sering nongkrong bareng gini." Kenzo mengedipkan matanya.

"Apasih?! Dulu ya dulu. Sekarang udah beda. Siapa suruh lo selingkuhin gue."

"Sorry. Dulu-" 

"Maaf, menginterupsi. Saya mau antar pesanan Nona dan Tuan. Silahkan dinikmati. Permisi." Suara pelayan memotong ucapan Kenzo.

"Makasih, Mbak." jawab Kenzo.

"Wah, ternyata lo masih inget kesukaan gue dulu," Kayra tertawa miris.

"Zou nggak mungkin lupa sama kesukaan Kay. Kay selalu makan roti kering rasa kopi dan coffee latte setiap kita kesini."

Kayra terdiam lalu kembali mengenang ingatan manis itu.

"Zou minta maaf. Zou tau kesalahan Zou dulu fatal banget. Zou juga tau Kay nggak mungkin nerima Zou lagi. Tapi Zou bolehkan perjuangin Kay lagi? Kay cukup liat perjuangan Zou aja. Bolehkan Zou masuk lagi ke hati Kay?"

Mata Kayra berkaca - kaca mendengar ucapan Kenzo. 

"Zou akan minta izin ayah Kay nanti. Tapi sekarang, Zou tanya Kay, apa masih ada kesempatan kedua buat Zou?"

Kayra menarik napas perlahan, "Zou tau, Kay takut jatuh lagi. Kay takut Zou selingkuh lagi." lirihnya.

Sekelebat bayangan masa lalu kembari menghampiri.

"Zou....."

Kayra melotot tak percaya melihat sesuatu di depannya. Kenzo yang sedang berpelukan dengan entah-siapa-gadis-itu langsung melepaskan pelukannya.

Kenzo panik saat melihat air mata Kayra yang perlahan mengalir dari matanya.

"Kay in-"

"Katanya kamu lagi nemenin mama kamu belanja. Mama kamu masih muda banget ya ternyata."

"Kay-"

"Cukup. Kita putus." Kayra berlari meninggalkan Kenzo yang berteriak - teriak memanggil namanya.

"Zou ingatkan waktu dulu akhirnya babak belur dipukul ayah Kay? Kay... Kay takut Zou dipukul lagi."

Air mata Kayra turun membasahi pipinya.

"Kay sayang sama Zou. Kay nggak mau Zou babak belur lagi." Kayra mulai terisak - isak.

Kenzo menghampiri kursi Kayra dan memeluknya erat. Kayra semakin terisak. Tangan Kenzo mengelus rambut panjang Kayra. Bibirnya tak henti mengecup puncak kepala Kayra.

Setelah tangisan Kayra reda, Kenzo melepaskan pelukannya. 

Kenzo mengusap kedua pipi Kayra yang basah, ia berkata, "Kay tenang aja, everything will be okay."

"Jadi? Mmm, masih ada kesempatan kedua buat Zou perjuangin Kay kan?" 

"Selalu ada kesempatan buat Zou." Balas Kayra sambil tersenyum manis.

Kenzo pun memeluk Kayra lagi dan lebih erat dari sebelumnya. "Thank you, Kaykay." Bisiknya.

Tiba - tiba terdengar suara tepuk tangan meriah. Kenzo dan Kayra segera melepaskan pelukannya sambil tersenyum salah tingkah. Mereka tidak sadar bahwa mereka masih ada di cafe ini.

"Cieeeeee," sorak pengunjung cafe. Kenzo dan Kayra tertawa melihat hal itu.

-----

Dua bulan kemudian.

Saat ini Kayra sedang sibuk - sibuknya mengurus organisasinya di kampus. 

Kayra yang menjabat sebagai sekretaris BEM kampusnya harus begadang membuat proposal - proposal izin mengikuti demo terkait masalah hak angket KPK. 

Sementara Kenzo sibuk dengan skripsinya dan mondar - mandir Bantul - Sleman untuk meyakinkan ayah Kayra yang belum juga memberikan izin untuk memacari anaknya. 

Hal ini membuat Kayra dan Kenzo jarang bertemu.

Malam pun tiba. Kayra masih bekerja sambilan sebagai penyiar radio. Hari ini, Kayra mendapat sesi malam untuk siaran.

"Malam, Om Juan." Kayra mencium tangan Juan.

"Malam juga, Kay. Jadi gimana, apa kamu sama temen - temen udah dapet izin dari pihak kampus buat demo nanti?" Tanya Juan.

Kayra menghela napas lelah, "Belum, Om. Pihak kampus takut kalo nantinya bakal ada korban. Soalnya kan namanya juga demo, pasti kan rusuh."

"Om doain biar lancar semuanya. By the way, kamu ikut demo?"

"Pengennya sih gitu, Om. Tapi ayah nggak ngizin. Makanya Kay masih mikir - mikir dulu."

"Nggak usah deh, Kay. Kamu kan perempuan. Bahaya itu,"

"Kay cuma mau cari keadilan, Om. Meskipun Kay perempuan, tapi Kay nggak selemah itu, Om."

"Yaudah terserah kamu. Om yakin kalo Kenzo nggak akan setuju kamu ikut demo."

"Bahkan Kenzo aja nggak ada kabar dari dua hari yang lalu." Kayra menunduk lesu.

Juan tersenyum misterius.

"Eh udah jam setengah tujuh, Kay. Kamu siap - siap gih,"

Kayra mengangguk dan berjalan menuju tempat siaran. Ia segera mengenakan headsetnya lalu menghembuskan napas perlahan. 

Semangat Kayra. Batinnya.

"Selamat malam, Sahabat I-Boom! Jumpa lagi dengan Kayra. Seperti biasa kalo sesi malam sama Kayra akan selalu di isi dengan acara 'curhat cantik bersama Kayra' yeeay! 
Nah buat temen - temen semua yang lagi galau, boleh curhat sama Kayra sekarang. Kayra akan kasih solusi terbaik yang Kayra punya.

Nah buat yang mau curhat silahkan telepon ke nomor 081288995467. Kayra tunggu."

Sementara di tempat lain. Kenzo yang sedang berleha - leha di kasur langsung terbangun mendengar ponselnya berdering.

"Halo, Pah. Gimana?"

"Kayra baru sampai. Cepet kesini."

"Oke, Pah. Misi berjalan."

Pria ini beranjak dari kasurnya lalu mengambil jaket serta kunci mobilnya di atas nakas. Tak lupa, ia jemput seseorang terlebih dahulu.

-----

Kring 
Kring

"Ada telfon masuk nih, guys. Halo, Kayra di sini, siapa di sana?"

"Halo juga. Zou di sini."

Kayra terdiam sejenak.

"Wah ternyata penelepon kita cowo nih. Hai, Zou. Mau cerita apa nih?"

"Kay mau nggak jadi teman hidup Zou?" 

Kayra terbelalak kaget. Ia diam, bingung mau jawab apa.

"Sekarang Kay lihat ke belakang," sambung Kenzo. Telepon masih terhubung.

Kayra menoleh ke belakang. Gadis ini terkejut melihat sesuatu di hadapannya. Ia membungkamkan mulutnya seraya melotot tak percaya.

Di hapadapannya ada Ayah, Bunda, Om Juan dan istrinya, serta Kenzo yang tengah berlutut sambil menyodorkan sebuah kotak berisi cincin dengan mata berlian. 

"Kay mau jadi teman hidup Zou?"

Sambil menahan tangis bahagiannya, Kayra mengangguk cepat, "Kay mau!"

Kenzo pun berdiri memeluk Kayra. Para orang tua juga saling berpelukan.

Tiba - tiba ada yang berdeham. "Ekhem. Maaf, Pak Juan dan Mbak Kayra. Ini sambungan radionya masih terpasang lho." Ujar polos salah satu kru di sana.

Tawa pun menggelegar menyadari hal ini. 

"Nggak papa, biar sahabat I-Boom jadi saksi cinta mereka." Sahut Juan.

-----------


 

Babynemooos Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea